Dalam ajaran islam, ada dua hubungan yang harus dipelihara oleh pemeluknya, keduanya disebut dengan dua kalimat yaitu hablum min Allah dan hablum min An-nas, yaitu adanya hubungan yang selaras antara manusia dengan Allah sebagai khaliknya dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat, lingkungan dan dengan diri sendiri selama hidup di dunia. Ibadah yang memiliki kedua dimensi tersebut adalah ibadah zakat.
Dalam sistem pemerintahan yang tidak menggunakan islam sebagai dasar negaranya termasuk Negara Indonesia. Maka zakat bukanlah merupakan sumber pendapatan Negara sebagaimana halnya seperti pajak, melainkan zakat merupakan sumber pendapatan sebagian umat islam yang diperoleh dari muzzaki dan diperuntukkan bagi para mustahiq (pihak yang menerima zakat). Sedangkan pajak sendiri merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang dipergunakan untuk membiayai sarana dan prasarana umum.
Walaupun Indonesia bukan Negara Islam, tapi karena penduduk Indonesia adalah mayoritas umat Islam, maka tidak salah jika pemerintah ikut mengatur kepentingan umat Islam dalam menjalankan syariat islam khususnya zakat. Dengan demikian pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 23 September 1999 mengeluarkan Undang-Undang No: 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, yang mengatur bagaimana caranya agar dapat menghimpun potensi dana umat islam dari sektor zakat secara proporsional. Secara umum alasan dicantumkannya zakat dalam yuridikasi pajak penghasilan adalah agar selaras dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat. Barangkali itulah yang menjadi prioritas dalam pembenahan mekanisme pembayaran zakat. Pengurangan biaya pajak dari pembayaran zakat merupakan keinginan dari masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Sehingga tidak merasa terbebani dengan pengeluaran ganda. Banyak ahli atau pemerhati pajak yang menyajikan definisi pajak. Menurut DR. Rochmat Soemitro., S.H (1987:5), pajak adalah iuran masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa atau timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan terdapat lima unsur yang menjadi ciri pajak:
1) Iuran rakyat atau keikutsertaan masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional
2) Pajak harus disetorkan pada kas negara
3) Berdasarkan Undang-Undang (dapat dipaksakan)
4) Tidak mendapat balas jasa secara langsung
5) Pajak digunakan untuk kepentingan umum Negara
Menurut Undang-Undang No 36 tahun 2008, pasal 4 ayat (1), penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak dimanapun asalnya (baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia) yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Penghasilan Kena Pajak (PKP) merupakan dasar perhitungan untuk menentukan besarnya pajak penghasilan terhutang. Sedangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah, pengurangan terhadap kewajiban Pajak Penghasilan yang harus dibayar Wajib Pajak di Indonesia.
Secara bahasa (lughat) zakat berarti: tumbuh; berkembang dan berkah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah:103). Sedangkan menurut terminologi (syara’) zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu.
Zakat adalah rukun Islam yang ketiga, pelaksanaan zakat awalnya diwajibkan pada masa Nabi Muhammad SAW bagi umat muslim yang berada di kota Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya atas puasa Ramadhan dan zakat fitrah. Landasan kewajiban zakat disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadist).
Undang-Undang No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat disetujui dan disahkan oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 23 September 1999. Jadi Undang-Undang pengelolaan zakat ini termasuk produk hukum positif yang termasuk baru dan perlu disosialisasikan serta dilaksanakan oleh masyarakat.
Subjek zakat atau disebut muzzaki menurut Undang-Undang Nomor.38 tahun 1999 adalah setiap warga Negara Indonesia yang beragama Islam yang memiliki kemampuan untuk menunaikan kewajibannya. Dan badan atau perusahaan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.
Menurut Undang-Undang No.38 tahun 1999 pasal 14 ayat 3 dinyatakan bahwa zakat yang telah dibayarkan kepada amil zakat atau lembaga zakat dikurangi dari laba atau pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan menurut Undang-Undang No.36 tahun 2008 pasal 4 ayat (3) huruf a 1) dinyatakan bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. Artinya, Wajib Pajak (WP) perorangan maupun badan (badan yang berstatus agama islam), berhak memperoleh keringanan pajak yaitu dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak (PKP) dalam perhitungan pajak penghasilan pribadi maupun badan apabila telah membayar zakat kepada lembaga-lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
Perlu adanya upaya aktif dari pemerintah untuk mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada masyarakat muslim pada umumnya agar mereka tidak merasa terbebani dengan kewajiban dari Allah S.W.T dan Pemerintah yang keduanya harus ditunaikan dengan sebenar-benarnya. Masyarakat muslim kini seharusnya tidak lagi merasa terbebani ketika harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya yang biasa disebut dengan double tax, dengan adanya pemahaman bahwa zakat yang dibayarkan dapat menjadi pengurang hutang pajak, diharapkan masyarakat muslim Indonesia tidak lagi segan untuk menunaikan kedua kewajibannya tersebut. Dengan kesadaran yang tinggi untuk membayar pajak dan zakat, hal tersebut dapat meningkatkan pendapatan negara dan peningkatan kesejahteraan bagi para mustahiq (pihak yang menerima zakat).